Monday, January 4, 2010

Posted by blognya ratno

Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakatyang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak di anggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyakan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktifitas dewa, tetapi aktifitas alam yang terjadi secara kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan dieksploitasi


Untuk menelusuri filsafat Yunani, perlu dijelaskan terlebih dahulu asal kata filsafat. Sekitar abad IX SM atau paling tidak tahun 700 SM, di Yunani, Sophia diberi arti kebijaksanaan Sophia juga berarti kecakapan. Kata philosophos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (540-480 SM). Sementara orang ada yang mengatakan bahwa kata tersebut mula-mula dipakai oleh Phithagoras (580-500 SM). Namun pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang mengataka bahwa Heraklitoslah yang pertama menggunakan istilah tersebut. Menurutnya, philosophos (ahli filsafat) harus mempunyai pengetahuan luas sebagai pengejawantahan daripada kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-benar jelas digunakan pada masa kaum Sofis dan Socrates yang memberi arti philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoritis. Philosophia adalah hasil dari perbuatan yang disebut Philosophein itu. Dari kata philosophia itulah nantinya timbul kata-kata philosophie (Belanda, Jerman, Perancis), Philosophy (Inggris). Dalam bahasa Indonesia disebut filsafat atau falsafat.

Mencintai kebenaran/pengetahuan adalah awal proses manusia mau menggunakan daya pikirnya, sehingga dia mampu membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi. Orang Yunani awalnya sangat percaya pada dongeng dan takhyul, tetapi lama kelamaan, terutama setelah mereka mampu membedakan yang riil dengan yang ilusi, mereka mampu keluar dari kungkungan mitologi dan mendapatkan dasar pengetahuan ilmia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.

Karena manusia selalu berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengtahui rahasia alam itu. Lalu timbul pertanyaan dalam pikirannya; dari mana datangnya alam ini, bagaimana kejadiannya, bagaimana kemajuaannya dan ke mana tujuannya? Pertanyaan semacam inilah yang selalu menjadi pertanyaan di kalangan filosof Yunani, sehingga tidak heran kemudian mereka juga disebut dengan filosof alam karena perhatian yang begitu besar pada alam. Para filosof alam ini juga disebut para filosof pra Sokrates, sedangkan Sokrates dan setelahnya disebut para filosof pasca Sokrates yang tidak hanya mengkaji tentang alam, tetapi manusia dan perilakunya.

Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah Thales (624-546 SM). Ia digelari Bapak Filsafat karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan."Apa sebenarnya asal usul ala semesta ini?" Pertanyaan ini sangat mendasar, terlepas apapun jawabannya. Namun, yang penting adalah pertanyaan itu jawabannya dengan pendekatan rasional, bukan dengan pendekatan mitos atau kepercayaan. Ia mengatakan asal alam adalah air karena air unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda padat, seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.

Setelah Thales, muncul Anaximandros (610-540 SM). Anaximandros mencoba menjelaskan bahwa subtansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas dan meliputi segalanya. Dia tidak setuju unsur utama alam adalah salah satu dari unsur-unsur yang ada, sepertiair atau tanah. Unsur utama alam harus yang mencakup segalanya, yang dinamakan aperion. ia adalah air, maka air harus meliputi segalanya termasuk api yan merupakan lawannya. Padahal, tidak mungkin air menyingkirkan anasir api. Karena itu, Anaximandros tidak puas dengan menunjukkan salah satu anasir sebagai prinsip alam, tetapi ia mencari yang lebih dalam yaitu zat yang tidak dapat diamati oleh pancaindra.

Berbeda dengan Thales dan Anaximandros, Heraklitos (540-480 SM) melihat alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah; sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas beruubah menjadi dingin. itu berarti bahwa bila kita hendak memahami kehidupan kosmos itu dinamis. Segala sesuatu saling bertentangan dan dalam pertentangan itulah kebenaran. Gitar tidak akan menghasilkan bunyi kalau dawai tidak ditegangkan anatara ujungnya. Karena itu dia berkesimpulan, tidak ada satupun yang benar-benar ada, semuanya menjadi. Ungkapan yang terkenal dari Heraklitos dalam menggambarkan perubahan ini ialah Panta rhei uden menei (semuanya mengalir tidak ada satupun yang tinggal mantap).

Itulah sebabnya ia mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukan bahannya. melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.

Filosof alam yang cukup berpengaruh adalah Parmenides (525-440 SM), yang lebih muda umurnya daipada Heraklitos. Pandangannya bertolak belakang dengan Heraklitos. Menurut Heraklitos, realitas seluruhnya sesuatu yang lain dari pada gerak dan perubahan, sedangkan menurut Parmenides, daripada gerak dan perubahan tidak mungkin terjadi. menurutnya, realitas merupakan keseluruhan yang bersaru, tidak bergerak dan tidak berubah. Dia menegaskan bahwa yang ada itu ada. Inilah kebenaran. Coba bayangkan apa konsekuensi bila ada orang yang mengingkari kebenaran itu. ada dua pengandaian yang mungkin. Pertama, adalah orang bisa mengemukakan yang ada itu tidak ada. Kedua, atau orang dapat mengemukakan bahwa yang ada itu serentak ada dan serentak tidak ada. pengandaian pertama bertolak dengan sendirinya karena yang tidak ada memang tidak ada. Yang tidak ada tidak dapat dipikirkan dan menjadi objek pembicaraan. Pengandian kedua tidak dapat di terima karena antara ada dan tidak ada tidak terdapat jalan tengah, yang ada akan tetap ada dan tidak mungkin menjadi tidak ada, begitu juga yang tidak ada tidak mungkin beruubah menjadi ada. Jadi, harus disimpulkan bahwa yang ada itu ada dan itulah satu-satunya kebenaran.

Benar tidak suatu pendapat diukur dengan logika. Bentuk ekstrim pernyataan itu adalah bahwa ukuran kebenaran adalah akal manusia. Dari pandangan ini dia mengatakan bahwa alam tidak bergerak, tetapi diam karena alam itu satu, yaitu ada dan yang ada itu satu. Dia menentang pendapat Heraklitos yang mengatakan alam selalu bergerak. Gerak alam terlihat, menurut Parmenides adalah semu, sejatinya alam itu diam. Akibat dari pandangan ini kemudian muncul prinsip panteisme dalam memandang realitas.

Pythagoras (580-500 SM) mengembalikan segala sesuatu kepada bilangan. baginya tidak ada satupun yang di alam ini terlepas dari bilangan. Semua realitas dapat diukur dengan bilangan (kuantitas). Karena itu, dia berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam sekaligus menjadi ukuran. Kesimpulan ini ditarik dari kenyataan bahwa realitas alam adalah harmoni antara bilangan dan gabungan anatara dua hal yang berlawanan, seperti nada musik dapat dinikmati karena oktaf adalah hasil gabungan bilangan 1 (bilangan ganjil ) dan 2 9bilangan genap)

Kalau sengala-galanya adalah bilangan, ia berarti bahwa unsur bilangan merupakan juga unsur yang terdapat dalam segala sesuatu. Unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Demikian juga seluruh jagad raya merupakan suatu harmoni yang mendamaikan hal-hal yang berlawanan. Artinya, segala sesuatu berdasarkan dan dapat dikembalikan pada bilangan.

Jasa Pythagoras ini sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat tergantung pada pendekatan matematika. Galileo menegaskan bahwa alam ditulis dalam bahasa matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika merupakan sarana ilmiah yang penting dan akurat karena dengan pendekatan matematika ilmu dapat diukur benar dan akurat. Di samping itu, matematika dapat menyederhanakan uraian yang panjang dalam simbol, sehingga lebih cepat dipahami.

Setelah berakhirnya masa para filosof alam, maka muncul masa transisi, yakni penelitian terhadap alam tidak menjadi fokus utama, tetapi sudah mulai menjurus pada penyelidikan pada manusia. Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga timbullah kaum "sofis". Kaum sofis ini memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481-411 SM). Ia menyatakan bahwa "manusia" adalah ukuran kebenaran. Pernyataan ini merupakan cikal bakal humanisme. Pernyataan yang muncul adalah apakah yang dimaksudnya itu manusia individu atau manusia pada umumnya. memang dua hal itu menimbulkan konsekuensi yang sungguh berbeda. Namun tiadak ada jawaban yang pasti, mana yang dimaksud oleh Protagoras. yang jelas ialah ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat subjektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan teori matematika tidak dianggapnya mempunyai kebenaran yang absolut.

Tokoh lain dari kaum Sofis adalah Gorgias (483-375 SM), ia datang ke Athena pada tahun 427 SM dari Leontini. Menurutnya ada tiga proposisi: pertama, tidak ada yang ada, maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada. Pemikiran lebih tidak menyataka apa-apa tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak akan dapat diketahui. Ini disebabkan oelh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilus. Akal, tidak juga mampu meyakinkan kita bahwa semesta alam ini karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subjektivitas. Dan ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Sikap skeptis Gorgias ini dianggap oleh sebagian filosof sebagai padangan nihilisme, yakni kebenaran itu tidak ada, dia lebih ekstim dibandingkan Pratagoras.

Pengaruh positif dari kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitikan semangat berfilsafat. Mereka mengingatkan filosof persoalan pokok dalam filsafat bukanlah alam melainkan manusia. Mereka juga membangkitkan jiwa humanisme. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama dan metafisika. ini membuka peluang bagi para filosof untuk lebih kreatif lagi berfikir. Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran kaum sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru. Dalam filsafat ilmu, pandangan relatif tentang kebenaran menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses mencari ilmu. Karena itu, ilmu terbatas, tetapi proses mencari ilmu itu tidak terbatas.

Namun, para filosof setelah kaum sofis tidak setuju dengan pandangan tersebut, seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Mereka menolak relativisme kaum sofis. Menurut mereka, ada kebenaran objektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran objektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan, sehingga metode yang dignakannya biasanya disebut metode dialog karena dialog mempunyai peranan penting dalam menggali kebenaran yang objektif . Contohnya, ketika dia ingin menemukan makna adil, dia bertanya kepada pedagang, prajurit, penguasa dan guru. Dari semua penjelasan yang diberikan oleh semua lapisan masyarakat itu dapat ditarik sebuah benang merah yang bersifat universal tentang keadilan. Dari sinilah, menurut Socrates, kebenaran universal dapat ditemukan.

Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, dasar dari segala penelitian dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi Socrates, pengetahuan yang sangat berharga adalah pengetahuan tentang diri sendiri. Semboyan yang paling di gemarinya adalah apa yang tertera pada Kuil Delphi, yaitu; "Kenalilah Dirimu Sendiri".

Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani karena pada zaman ini kajian-kajian muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), sekaligus murid Socrates dan yang menulis ide-ide Socrates. Menurutnya, esensi itu mempunyai realitas dan realitasnya ada didalam idea. Kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada didalam idea. Plato menggambarkan kebenaran umum adalah rujukan bagi alam emppiris, contohnya kuda yang di alam empiris bermacam-macam warna dan bentuk serta jenisnya. tetapi kuda secara umum memiliki unsur umum yang membedakannya dengan sapi dan kambing. Unsur umum inilah yang ada didalam idea dan bersifat universal.

Plato berhasil mensintesakan anatara pandangan Heraklitos dan Parmenides. Menurut Heraklitos segala sesuatu berubah sedangkan Parmenides mengatakan sebaliknya, yaitu segala sesuatu diam. Untuk mendamaikan pandangan ini, Plato berpendapat bahwa pandangan Heraklitos benar, tetapi hanya berlaku bagi alam empiris saja, sedangkan pendapat Parmenides juga benar, tetapi hanya berlaku bagi alam idea-idea bersifat abadi dan idea ini yang menjadi dasar bagi pengenalan yang sejati.

Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia murid Plato, seorang filosof yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: Logika, Matematika, Fisika dan Metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis:

- Semua manusia akan mati (premis mayor)
- Socrates seorang manusia (premis minor)
- Socrates akan mati (konklusi)

Logika Aristoteles ini juga disebut dengan logika deduktif, yang mengukur valid atau tidaknya sebuah pemikiran.

Dalam bidang fisika, Aristoteles membagi gerak pada dua macam, yaitu gerak aksidental dan gerak substansial. Gerak aksidental adalah gerak pada sifat, seperti dari bayi menjadi anak kemudian remaja, dewasa dan akhirnya tua. Gerak aksidental ini dapat berlangsung dalam berbagai cara, seperti gerak tempat, meja yang tadinya berada ditempat A pindah ketempat B. Ada gerak kualitatif, yaitu salah satu ciri benda itu berubah, seperti daun dari hijau menjadi kuning. yang terakhir adalah gerak kuantitatif, seperti pohon dari kecil berubah menjadi besar. Adapun gerak substansial adalah perubahan dari satu substansi ke substansi lain, seperti manusia mati (dia tidak lagi disebut manusia, tetapi mayat).

Aristoteles yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis dan praktis. Yang teoritis mencakup logika, matefisika, dan fisika, sedangkan yang praktis mencakup etika, ekonomi dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman juga bagi klasifikasi ilmu kemudian hari. Aristoteles dianggap Bapak Ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.



0 comments:

Post a Comment

google translator
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified